Bismillah photo besmellah.gif

______________________________

______________________________

Sabtu, 27 Desember 2014

Senin, 20 Agustus 2012

KH Ahmad Muhammad (Gus Muh) A.P.I Tegalrejo Magelang


“TEKUN TIRAKAT MERANGKUL KAUM ABANGAN”
Belum lama ini, KH Ahmad Muhammad, akrab disapa Gus Muh, salah seorang kiai pengasuh pondok pesantren Asrama Perguruan Islam Tegalrejo Magelang meninggal dunia. Kiai yang dikenal sangat dekat dengan rakyat berbagai elemen ini meninggalkan duka mendalam. Gus Muh dikenal tekun bertirakat.
POSMO-EXCLUSIVE-Sedianya, pada Sabtu (7/3) kemarin, ponpes Asrama Perguruan Islam Tegalrejo-Magelang hendak menggelar pentas seni. Melibatkan ratusan seniman petani dari Komunitas Lima Gunung (Merapi, Merbabu, Andong, Sumbing dan Menoreh) dalam Orkestra Afalaa Tatafakkaruun bertajuk ‘Dongeng Perubahan’. Tetapi, malam sebelumnya, Jumat (6/3) sekitar pukul 23. 55 wib, salah seorang kiai pengasuh ponpes tersebut mendadak meninggal dunia. Pentas itu dibatalkan.
KH. Ahmad Muhammad atau Gus Muh, meninggal pada usia 67 tahun karena sakit diabetes dan komplikasi. Sampai hari ini, para santri ponpes A.P.I secara bergantian, siang dan malam, mendoakan almarhum di makamnya. KH Ahmad Muhammad dikebumikan di komplek makam keluarga KH Chudlori, tak jauh dari pesantren A.P.I. Nisannya bersebelahan dengan nisan sang muassis, KH. Chudlori.
Bagaimana kiprah Gus Muh semasa hidup dan seperti apa ponpes Asrama Perguruan Islam yang dikenal unik dan tergolong ponpes tua ini? Di tengah kesibukan memberi ceramah agama di berbagai tempat, KH Muhammad Yusuf Chudlori yang akrab disapa Gus Yusuf, kepada posmo exclusive berkenan membeber kiprah kakak kandungnya itu semasa hidup berikut seluk-beluk ponpes yang didirikan oleh almarhum ayahandanya.
Selasa, (17/3), menjelang tengah siang ketika itu, Gus Yusuf sudah bersiap berangkat untuk memberi ceramah di dua tempat berbeda. Karena kesibukannya itu, wawancara posmo exclusive dilakukan di dalam mobil selama perjalanan menuju tempat ceramah. Adik kandung KH Ahmad Muhammad (Gus Muh) itu mengatakan, ponpes A.P.I didirikan sejak tahun 1944. Tanggal dan bulannya Gus Yusuf mengaku lupa. Mendiang ayahandanya, KH Chudlori, mendirikan ponpes itu ketika di Magelang dan sekitarnya belum ada pesantren.
“Ayah saya (KH Chudlori-red) mendirikan ponpes setelah menimba ilmu agama di berbagai pesantren. Di antaranya di Tebuiring, Lasem, Watucongol dan banyak lagi. Namanya, Asrama Perguruan Islam (A.P.I), sebenarnya cukup nyleneh. Sebab, biasanya pesantren itu namanya berbau Arab”, kata Gus Yusuf.
Gus Yusuf menyambung, nama Asrama Perguruan Islam ini memang dipilih oleh KH Chudlori, agar ponpes menjadi lebih membumi dan memasyarakat. Ayah saya, demikian Gus Yusuf, ingin dengan nama Asrama Perguruan Islam ini, ponpes menjadi lebih terbuka. “Dengan nama A.P.I ini ayah saya juga berharap agar para mutakhorijin atau alumni santri Tegalrejo kelak bisa menjadi guru di masyarakatnya masing-masing”, terangnya.
Di kalangan para santri, KH Chudlori dikenal sebagai muassis. Ketika KH Chudlori tutup usia pada 1977, dua putranya, KH Abdurahman dan KH Ahmad Muhammad (alm) ditunjuk sebagai penerusnya. “Pimpinan tertinggi A.P.I ada di tangan kakak tertua saya, KH Abdurahman”, kata Gus Yusuf.
Kepada posmo exclusive, Gus Yusuf menyampaikan rasa kehilangannya atas kepulangan Gus Muh ke rahmatulloh. “Bagi saya, Gus Muh bukan hanya sekedar kakak. Tetapi, juga guru. Beliau banyak mengajarkan bagaimana menghadapi masyarakat kecil atau kaum abangan. Ini lebih sulit daripada mendidik sekelompok orang yang ‘sudah jadi’. Ibarat ngobori dalan peteng, mendidik orang-orang abangan atau yang belum bisa menerima sepenuhnya Islam itu lebih sulit. Kemampuan Gus Muh merangkul masyarakat abangan itu luarbiasa. Telaten dan tirakatnya memang kuat. Ibarat awan disrawungi, bengi didolani”, ujar Gus Yusuf.
Sepeninggal Gus Muh, Gus Yusuf berharap dengan segala keterbatasan yang ada, semua ajaran almarhum bisa diuri-uri. Diakuinya, mungkin tidak bisa semaksimal dahulu. “Tetapi pada dasarnya, saya sendiri sudah dekat dengan komunitas kebudayaan. Tidak ada wasiat khusus dari Gus Muh. Kecuali, wasiat terkait keluarga. Dari sebelas bersaudara, semua saling mengisi dan semua tinggal di seputar lokasi ponpes. Untuk memenuhi undangan ceramah di luar ponpes, kalau tidak saya (Gus Yusuf-red), ya KH Abdurahman (Mbah Dur-red)”, jelas Gus Yusuf.
KH Ahmad Muhammad (Gus Muh) A.P.I Tegalrejo Magelang

belajar baca kitab barjanji


























































Selasa, 09 Desember 2014

Kyai Ahmad Tidjani Umar Anas

Written By AriezQ ALq on Jumat, 13 Desember 2013 | 10.47(buntet pesantren blogger)

Buntet Pesantren dengan umurnya yang sudah mencapai beberapa generasi membuatnya telah mencetak para ulama ‘alim, salah satunya adalah Kyai Anas yang tak lain merupakan adik kandung dari Kyai Abbas, sesepuh Buntet Pesantren saat itu (Sesepuh Buntet Pesantren yang ke 4). Beliau bersama Kyai-Kyai yang lain yang masih kerabatnya bahu membahu membantu sesepuh Buntet Pesantren dalam mengembangkan Pesantren yang didirikan oleh Mbah Muqoyyim ini.

Bapa Ahmad Zaeni Hasan, Ayah dari Bapak Helmi Faisal Zaeni (Mentri Pemberdayaan Daerah Tertinggal) dalam buku “Perlawanan dari Tanah Pengasingan Kyai Abbas, Pesantren Buntet dan Bela Negara (Jakarta: eLSAS, 2000) menganalogikan waktu itu “sinar” Kyai Abbas benar-benar terang sehingga Kyai-Kyai yang lain tampak kurang/tidak bersinar. Lebih lanjut Bapa Zaeni Hasan menyebutkan bahwa salah satu Kyai yang sebenarnya “bersinar terang” adalah Kyai Anas. Kyai Anas dikenal begitu tawadlu, beliau lebih memilih menjadi “orang di balik layar” kesuksesan Buntet Pesantren dibanding menjadi yang tampil di muka. Bahkan akhirnya beliau lebih memilih uzlah, menyingkir dari Buntet Pesantren dan mendirikan Pesantren Sidamulya di daerah yang berbatasan dengan Buntet Pesantren,

Permalink gambar yang terpasang
Kyai Ahmad Tidjani beserta istri saat ziarah di Panjalu,
beberapa hari sebelum beliau wafat
Sifat-sifat Kyai Anas yang ‘alim dan tawadlu ternyata menurun ke anak cucunya, salah satunya adalah Kyai Ahmad Tidjani bin Kyai Umar bin Kyai Anas, yang satu pekan kemarin dipundut Allah SWT.
Jasa-jasa Kyai Ahmad Tidjani untuk Buntet Pesantren sudah tidak terhitung, beliau menjadi pengasuh Pondok Darul Hijroh, beliau juga menjadi pengurus YLPI Buntet Pesantren selama beberapa periode dan salah satu yang dapat dengan jelas terlihat adalah Gedung MTs NU Putra 1 Buntet Pesantren yang sekarang berdiri megah, beliaulah salah satu orang yang begitu gedubugan demi terwujudnya renovasi gedung sekolah yang kondisinya sudah sangat memprihatinkan saat itu.

Sewaktu Buntet Pesantren dipimpin oleh Kyai Dulah, beliaulah salah satu “tangan kanan” Kyai Dulah. Sifat Kyai Ahmad yang jujur dan ikhlas membuat Kyai Dulah begitu mempercayakan banyak hal dan urusan kepada Kyai Ahmad Tidjani. Sifatnya yang benar-benar tawadlu dan tidak mau “tampil” mungkin membuat banyak orang kurang faham dengan peran beliau yang sangat vital untuk Buntet Pesantren.

Setiap ada acara besar atau tamu besar yang datang, hampir bisa dipastikan Kyai Ahmad tidak ada di tengah-tengah acara tersebut atau turut menemui tamu tersebut. Kalaupun datang, mungkin beliau sengaja kari-karian agar tidak “tersorot” oleh khalayak.

Suatu kali, Buntet Pesantren kedatangan Hamzah Haz dan saat itu diantara yang nuai Pengurus Yayasan adalah Kang Soleh Suaedi Busyrol Karim (Kang Ale) dan Kyai Ahmad Tidjani. Karena itu, Kang Ale yang faham dengan sifat Kyai Ahmad -yang tidak mau tampil- berinisiatif ngampiri Kyai Ahmad Tidjani. Berbagai argumen dikeluarkan oleh Kang Ale untuk membujuk Kyai Ahmad agar berkenan turut serta menyambut kedatangan Hamzah Haz, dan berbagai alasan pula yang diungkapkan Kyai Ahmad agar Kang Ale pergi duluan (pergi tanpa bersamanya).

 “Kulae dereng siram, dereng siap-siap”. Ujar Kyai Ahmad sebagai salah satu alasan agar beliau tidak perlu ikut dengan Kang Ale.

Ketika Kyai Nahdudin, sesepuh Buntet Pesantren yang sekarang rawuh di Buntet, beliau enggan untuk singgah di ndalemnya yang lama karena ndalem tersebut begitu dekat dengan ndalem Kyai Nahdudin. Sekali lagi, beliau tidak ingin “tampil” di sekitar pamannya (Kyai Nahdudin) saat banyak tamu mengunjungi Kyai Nahdudin.

Yang masih terkini, beberapa saat sebelum diadakan Pemilihan Kepala Daerah Kabupaten Cirebon, salah satu bakal calon datang ke ndalem Kyai Ahmad. Seperti biasa, bakal calon tersebut showan, minta petunjuk, restu, dan (mungkin juga) dukungan. Namun dari sejak bakal calon tersebut datang sampai bakal calon tersebut mau pamit, Kyai Ahmad tidak berkenan menemui tamu tersebut dan lebih memilih diam di kamarnya.

Semua kehilangannya
Kepergian Kyai Ahmad menghadap Sang Kholiq membuat begitu banyak kalangan kehilangannya. Beliau dikenal begitu ngladeni terhadap santri dan jamaahnya. Saat isyhad jenazah Nyai Ghumaeshoh (satu hari setelah Jenazah Kyai Ahmad dikebumikan), Kyai Hasanudin Kriyani menuturkan bahwa Kyai Ahmad kapanpun dan kemanapun beliau selalu memenuhi permintaan siapapun orang/jamaah yang minta dipimpin ziarah oleh beliau. Beberapa hari sebelum wafat, beliau memimpin rombongan ibu-ibu yang rutin mengikuti pengajiannya ke Panjalu dan Pamijahan. Bahkan Hanya beberapa jam, belum sampai satu hari (24 jam) setibanya dari ziarah Panjalu-Pamijahan, beliau berziarah ke daerah Sumber.

Beliau juga dikenal begitu menjaga ukhuwah dan silaturrahim baik kepada keluarga, rekan-rekan guru, bahkan para santri dan/atau alumninya kerap beliau kunjungi. Beberapa hari sebelum berangkat ziarah ke Panjalu dan Pamijahan, beliau masih menyempatkan diri ke Tegal untuk menemui para alumninya. Kalaupun tidak sanggup bertatap muka secara langsung, beliau pasti akan menghubunginya lewat telpon.

“Ya syukur ari sehat sih, nyongan jeh beli pernah kedeleng, dadi ya biasa bae “wong tua” sih kelangan”. Ucap Kyai Ahmad kepada salah satu rekan guru -yang menceritakan kepada kami- yang ditelponnya. Beliau menganggap dirinya adalah orang tua yang punya tanggung jawab terhadap orang-orang di sekitarnya.

Para santrinya yang sudah tidak mondok (alumni) juga rutin dihubungi oleh beliau. Beliau menanyakan kualitas, kuantitas, dan intensitas ibadah santri-santrinya.
“Priben sholat bengie? Masih rutin kan? Dongana bapa keding”
“Lamon bisa dirutinna puasa sunnah, apa senen-kemis, apa Nabi Daud.”
Hal-hal di atas, diantara yang diucapkan Kyai Ahmad saat menelpon santrinya, seperti yang dituturkan oleh salah satu alumni santri Darul Hijroh II (Al Arifah)
Kepada keluarga, beliau begitu ngaku dan menjaga ikatan silaturrahim. Menurut Ust. Syauqi (Kang Ugi), sejak Ibunya yaitu Nyai Maesoh jatuh sakit, Kyai Ahmad rutin menjenguk dan mendoakan beliau. Bahkan sampai malam jum’at seminggu yang lalu, atau satu malam sebelum Kyai Ahmad kembali ke sisi Allah, Kyai Ahmad masih menyempatkan diri melakukan rutinitas malam jumatnya. Padahal kamis dini hari, beliau baru sampai dari ziarah Pamijahan-Panjalu, dan hari kamis itu, beliau juga ada agenda ziarah ke Sumber.
Kegiatan pembacaan Manaqib At-tijani yang di pelopori oleh KH. Abdullah Toha (Pengasuh PonPes Raudlatul 'Ulum) dan KH. Ahmad Tidjani yang dilaksanakan di Pondok PonPes Raudlatul 'Ulum, Terisi Indramayu yang rutin dilaksanakan stiap bulan -malam jum'at minggu terakhir- dan di pelopori oleh KH. Abdullah Toha (Pengasuh Pondok Pesantren Raudlatul 'Ulum) dan KH. Ahmad Tidjani Umar Anas.
Thoriqot tijani berkembang di Indonesia,salah satunya di Buntet dan dirintis oleh Kakek K. Ahmad :K. Anas
Rasa tanggung jawabnya terhadap tugas dan jamaahnya membuat beliau terus beramal baik sampai akhir umurnya. Dengan aktifitas yang begitu padat (Tegal, Pamijahan-Panjalu, Ziarah ke Sumber, Menjenguk Nyai Maesoh), Jum’at pagi beliau masih memenuhi tanggung jawabnya sebagai guru di salah satu sekolah, beliau mengajar murid-muridnya meskipun tidak “penuh”. Kepada murid-muridnya, beliau merasakan kurang enak badan, kemudian beliau pamit, semua muridnya pun menyalaminya saat itu. Dengan badan yang tidak fit, beliau masih memenuhi kewajibannya menjalankan sholat Jum’at. Selepas sholat Jum’at, beliau dibawa ke Rumah Sakit Ciremai dan langsung masuk ruang ICU hingga wafat di sana. Inna Lillahi wa Inna Ilaihi Rooji’un.

Nasihat-nasihat Kyai Ahmad Tidjani
Selain memiliki sifat yang mirip dengan kakeknya, banyak kerabat dan kolega yang mengatakan bahwa beliau memiliki sifat mirip pamannya, Kyai Abdullah Abbas yang sangat irit bicara, karena itu perkataan-perkataan yang keluar dari lisannya hampir semuanya adalah kebaikan baik ilmu, nasihat, motivasi, dan sebagainya. Bahkan menurut Pa Ubed (salah satu teman seperjuangannya) guyonan yang sesekali keluar juga gaya guyonnya sangat mirip dengan gaya guyonnya Kyai Abdullah Abbas.
Berikut, kami cantumkan beberapa nasihat-nasihat beliau yang kami dapat dari anaknya, Ust. Nemi Mu’tashim Billah. Dari beberapa nasihat ini, kita juga dapat melihat sedikit sosok Kyai Ahmad Tidjani Umar Anas.
1.      “Nggak perlu gila jabatan. karena jabatan itu sifatnya sementara”.

2.      “Nggak perlu kirim-kirim Proposal. Proposal utama yg perlu diajukan adalah proposal ke Allah SWT”.

3.      “Iqra' tidak hanya membaca buku tapi juga membaca diri”.

4.      “Memelihara silaturrahim jauh lebih susah daripada membangunnya”.

5.      “Bapa tidak membutuhkan sertifikasi Guru. Bapa lebih membutuhkan Sertifikasi Allah SWT”.

6.      “Apa yg benar menurut kita, belum tentu benar menurut orang lain”.

7.      “Orang-orang itu berhak utk memeluk Agamanya sesuai dengan keyakinan mereka masing-masing”.

8.      “Biarlah mereka meyakini surga menurut versi mereka sendiri. Kita tidak boleh memaksakan kehendak soal keyakinan masing2”.

9.      “Apa yg terjadi pada diri kita itu adalah karena perilaku kita sendiri”.

10.   “Orang itu tidak semua senang (ke kita) tidak semua benci (ke kita”.

11.   “Ciri-ciri ikhlas itu adalah ketika kita bisa tersenyum kepada orang yg kita benci”.

12.   "Janganlah menjadi seperti lilin yg bisa memberi manfaat kepada lainnya tapi tidak bisa bermanfaat untuk diri sendiri".

13.   "Kebaikan jangan diucapkan tapi cukup untuk di dalam hati saja".

14.   “Hati adalah singgasana yg diperebutkan oleh ilham Allah dan ilham setan”.

15.    “Tapi jika hati dikuasai ilham setan maka niscaya orang menjadi fasiq”.

16.   “Ingin agar doa itu di kabul Allah... 1. Jangan su'udzon kepada Allah 2. Jangan suka berbohong”.

17.   “Bersyukur itu ada 2 1. Bersyukur qouliyah dan bersyukur fi'liyah”.

Sabtu, 06 Desember 2014

Perkawinan Menurut Hukum Islam


      Islam adalah agama yang syumul (universal). Agama yang mencakup semua sisi kehidupan. Tidak ada suatu masalah pun, dalam kehidupan ini, yang tidak dijelaskan. Dan tidak ada satu pun masalah yang tidak disentuh nilai Islam, walau masalah tersebut nampak kecil dan sepele. Itulah Islam, agama yang memberi rahmat bagi sekalian alam. Dalam masalah perkawinan, Islam telah berbicara banyak. Dari mulai bagaimana mencari kriteria calon calon pendamping hidup, hingga bagaimana memperlakukannya kala resmi menjadi sang penyejuk hati. Islam menuntunnya. Begitu pula Islam mengajarkan bagaimana mewujudkan sebuah pesta pernikahan yang meriah, namun tetap mendapatkan berkah dan tidak melanggar tuntunan sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, begitu pula dengan pernikahan yang sederhana namun tetap penuh dengan pesona. Melalui makalah yang singkat ini insyaallah kami akan membahas perkawinan menurut hukum islam. 
       Perkahwinan atau nikah menurut bahasa ialah berkumpul dan bercampur. Menurut istilah syarak pula ialah ijab dan qabul (‘aqad) yang menghalalkan persetubuhan antara lelaki dan perempuan yang diucapkan oleh kata-kata yang menunjukkan nikah, menurut peraturan yang ditentukan oleh Islam. Perkataan zawaj digunakan di dalam al-Quran bermaksud pasangan dalam penggunaannya perkataan ini bermaksud perkahwinan Allah s.w.t. menjadikan manusia itu berpasang-pasangan, menghalalkan perkahwinan dan mengharamkan zina.
       Persoalan perkawinan adalah persoalan yang selalu aktual dan selalu menarik untuk dibicarakan, karena persoalan ini bukan hanya menyangkut tabiat dan hajat hidup manusia yang asasi saja tetapi juga menyentuh suatu lembaga yang luhur dan sentral yaitu rumah tangga. Luhur, karena lembaga ini merupakan benteng bagi pertahanan martabat manusia dan nilai-nilai ahlaq yang luhur dan sentral. Perkawinan bukanlah persoalan kecil dan sepele, tapi merupakan persoalan penting dan besar. ‘Aqad nikah (perkawinan) adalah sebagai suatu perjanjian yang kokoh dan suci.
Perkawinan adalah Fitrah Kemanusiaan
        Agama Islam adalah agama fithrah, dan manusia diciptakan Allah Ta’ala cocok dengan fitrah ini, karena itu Allah Subhanahu wa Ta’ala menyuruh manusia menghadapkan diri ke agama fithrah agar tidak terjadi penyelewengan dan penyimpangan. Sehingga manusia berjalan di atas fithrahnya. Perkawinan adalah fitrah kemanusiaan, maka dari itu Islam menganjurkan untuk nikah, karena nikah merupakan gharizah insaniyah (naluri kemanusiaan).
A. Islam Menganjurkan Nikah
Islam telah menjadikan ikatan perkawinan yang sah berdasarkan Al-Qur’an dan As-Sunnah sebagai satu-satunya sarana untuk memenuhi tuntutan naluri manusia yang sangat asasi, dan sarana untuk membina keluarga yang Islami. Penghargaan Islam terhadap ikatan perkawinan besar sekali, sampai-sampai ikatan itu ditetapkan sebanding dengan separuh agama. Anas bin Malik radliyallahu ‘anhu berkata : “Telah bersabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam :
“Artinya : Barangsiapa menikah, maka ia telah melengkapi separuh dari agamanya. Dan hendaklah ia bertaqwa kepada Allah dalam memelihara yang separuhnya lagi” .
B. Islam Tidak Menyukai Membujang
Anas bin Malik radliyallahu ‘anhu berkata : “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan kami untuk nikah dan melarang kami membujang dengan larangan yang keras”. Dan beliau bersabda :
“Artinya : Nikahilah perempuan yang banyak anak dan penyayang. Karena aku akan berbangga dengan banyaknya umatku dihadapan para Nabi kelak di hari kiamat.”
       Pernah suatu ketika tiga orang shahabat datang bertanya kepada istri-istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang peribadatan beliau, kemudian setelah diterangkan, masing-masing ingin meningkatkan peribadatan mereka. Salah seorang berkata: Adapun saya, akan puasa sepanjang masa tanpa putus. Dan yang lain berkata: Adapun saya akan menjauhi wanita, saya tidak akan kawin selamanya …. Ketika hal itu didengar oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau keluar seraya bersabda :
“Artinya : Benarkah kalian telah berkata begini dan begitu, sungguh demi Allah, sesungguhnya akulah yang paling takut dan taqwa di antara kalian. Akan tetapi aku berpuasa dan aku berbuka, aku shalat dan aku juga tidur dan aku juga mengawini perempuan. Maka barangsiapa yang tidak menyukai sunnahku, maka ia tidak termasuk golonganku” .
Kedudukan Perkawinan dalam Islam
• Wajib kepada orang yang mempunyai nafsu yang kuat sehingga bias menjerumuskannya ke lembah maksiat (zina dan sebagainya) sedangkan ia seorang yang mampu.disini mampu bermaksud ia mampu membayar mahar(mas berkahminan/dower) dan mampu nafkah kepada calon isterinya.
• Sunat kepada orang yang mampu tetapi dapat mengawal nafsunya.
• Harus kepada orang yang tidak ada padanya larangan untuk berkahwin dan ini merupakan hukum asal perkawinan
• Makruh kepada orang yang tidak berkemampuan dari segi nafkah batin dan lahir tetapi sekadar tidak memberi kemudaratan kepada isteri.
• Haram kepada orang yang tidak berkempuan untuk memberi nafkah batin dan lahir dan ia sendiri tidak berkuasa (lemah), tidak punya keinginan menikah serta akan menganiaya isteri jika dia menikah.
Tujuan Perkawinan dalam Islam
1. Untuk Memenuhi Tuntutan Naluri Manusia Yang Asasi
Perkawinan adalah fitrah manusia, maka jalan yang sah untuk memenuhi kebutuhan ini yaitu dengan aqad nikah (melalui jenjang perkawinan), bukan dengan cara yang amat kotor menjijikan seperti cara-cara orang sekarang ini dengan berpacaran, kumpul kebo, melacur, berzina, lesbi, homo, dan lain sebagainya yang telah menyimpang dan diharamkan oleh Islam.
2. Untuk Membentengi Ahlak Yang Luhur
Sasaran utama dari disyari’atkannya perkawinan dalam Islam di antaranya ialah untuk membentengi martabat manusia dari perbuatan kotor dan keji, yang telah menurunkan dan meninabobokan martabat manusia yang luhur. Islam memandang perkawinan dan pembentukan keluarga sebagai sarana efefktif untuk memelihara pemuda dan pemudi dari kerusakan, dan melindungi masyarakat dari kekacauan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
“Artinya : Wahai para pemuda ! Barangsiapa diantara kalian berkemampuan untuk nikah, maka nikahlah, karena nikah itu lebih menundukan pandangan, dan lebih membentengi farji (kemaluan). Dan barangsiapa yang tidak mampu, maka hendaklah ia puasa (shaum), karena shaum itu dapat membentengi dirinya”.
3. Untuk Menegakkan Rumah Tangga Yang Islami
Dalam Al-Qur’an disebutkan bahwa Islam membenarkan adanya Thalaq (perceraian), jika suami istri sudah tidak sanggup lagi menegakkan batas-batas Allah, sebagaimana firman Allah dalam ayat berikut :
“Artinya : Thalaq (yang dapat dirujuki) dua kali, setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara ma’ruf atau menceraikan dengan cara yang baik. Tidak halal bagi kamu mengambil kembali dari sesuatu yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya khawatir tidak akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah, maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh istri untuk menebus dirinya. Itulah hukum-hukum Allah, maka janganlah kamu melanggarnya. Barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah mereka itulah orang-orang yang dhalim.”
Yakni keduanya sudah tidak sanggup melaksanakan syari’at Allah. Dan dibenarkan rujuk (kembali nikah lagi) bila keduanya sanggup menegakkan batas-batas Allah. Sebagaimana yang disebutkan dalam surat Al-Baqarah lanjutan ayat di atas :
“Artinya : Kemudian jika si suami menthalaqnya (sesudah thalaq yang kedua), maka perempuan itu tidak halal lagi baginya hingga dikawin dengan suami yang lain. Kemudian jika suami yang lain itu menceraikannya, maka tidak ada dosa bagi keduanya (bekas suami yang pertama dan istri) untuk kawin kembali, jika keduanya berpendapat akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Itulah hukum-hukum Allah, diterangkannya kepada kaum yang (mau) mengetahui “ .
       Jadi tujuan yang luhur dari pernikahan adalah agar suami istri melaksanakan syari’at Islam dalam rumah tangganya. Hukum ditegakkannya rumah tangga berdasarkan syari’at Islam adalah wajib.
4. Untuk Meningkatkan Ibadah Kepada Allah
Menurut konsep Islam, hidup sepenuhnya untuk beribadah kepada Allah dan berbuat baik kepada sesama manusia. Dari sudut pandang ini, rumah tangga adalah salah satu lahan subur bagi peribadatan dan amal shalih di samping ibadat dan amal-amal shalih yang lain, sampai-sampai menyetubuhi istri-pun termasuk ibadah (sedekah).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
“Artinya : Jika kalian bersetubuh dengan istri-istri kalian termasuk sedekah !. Mendengar sabda Rasulullah para shahabat keheranan dan bertanya : “Wahai Rasulullah, seorang suami yang memuaskan nafsu birahinya terhadap istrinya akan mendapat pahala ?” Nabi shallallahu alaihi wa sallam menjawab : “Bagaimana menurut kalian jika mereka (para suami) bersetubuh dengan selain istrinya, bukankah mereka berdosa .? Jawab para shahabat :”Ya, benar”. Beliau bersabda lagi : “Begitu pula kalau mereka bersetubuh dengan istrinya (di tempat yang halal), mereka akan memperoleh pahala !” .
5. Untuk Mencari Keturunan Yang Shalih
Tujuan perkawinan di antaranya ialah untuk melestarikan dan mengembangkan bani Adam, Allah berfirman :
“Artinya : Allah telah menjadikan dari diri-diri kamu itu pasangan suami istri dan menjadikan bagimu dari istri-istri kamu itu, anak-anak dan cucu-cucu, dan memberimu rezeki yang baik-baik. Maka mengapakah mereka beriman kepada yang bathil dan mengingkari nikmat Allah ?”.
Dan yang terpenting lagi dalam perkawinan bukan hanya sekedar memperoleh anak, tetapi berusaha mencari dan membentuk generasi yang berkualitas, yaitu mencari anak yang shalih dan bertaqwa kepada Allah.Tentunya keturunan yang shalih tidak akan diperoleh melainkan dengan pendidikan Islam yang benar.
Hikmah Perkahwinan
• cara yang halal untuk menyalurkanm nafsu seks.
• Untuk memperoleh ketenangan hidup, kasih sayang dan ketenteraman
• Memelihara kesucian diri
• Melaksanakan tuntutan syariat
• Menjaga keturunan
• Sebagai media pendidikan:
• Mewujudkan kerjasama dan tanggungjawab
• Dapat mengeratkan silaturahim
Tata Cara Perkawinan Dalam Islam
Islam telah memberikan konsep yang jelas tentang tata cara perkawinan berlandaskan Al-Qur’an dan Sunnah yang Shahih (sesuai dengan pemahaman para Salafus Shalih -peny), secara singkat penulis sebutkan dan jelaskan seperlunya :
1. Khitbah (Peminangan)
Seorang muslim yang akan menikahi seorang muslimah hendaknya ia meminang terlebih dahulu, karena dimungkinkan ia sedang dipinang oleh orang lain, dalam hal ini Islam melarang seorang muslim meminang wanita yang sedang dipinang oleh orang lain (Muttafaq ‘alaihi).
2. Aqad Nikah
Dalam aqad nikah ada beberapa syarat dan kewajiban yang harus dipenuhi :
a. Adanya suka sama suka dari kedua calon mempelai.
b. Adanya Ijab Qabul.
a) Syarat ijab
• Pernikahan nikah hendaklah tepat
• Tidak boleh menggunakan perkataan sindiran
• Diucapkan oleh wali atau wakilnya
• Tidak diikatkan dengan tempoh waktu seperti mutaah.
• Tidak secara taklik (tiada sebutan prasyarat sewaktu ijab dilafazkan)
Contoh bacaan Ijab: Wali/wakil Wali berkata kepada calon suami:"Aku nikahkan/kahwinkan engkau dengan Delia binti Munif dengan mas kahwinnya/bayaran perkahwinannya sebanyak Rp. 300.000 tunai".
b) Syarat qabul
• Ucapan mestilah sesuai dengan ucapan ijab
• Tiada perkataan sindiran
• Dilafazkan oleh calon suami atau wakilnya (atas sebab-sebab tertentu)
• Tidak diikatkan dengan tempoh waktu seperti mutaah(seperti nikah kontrak)
• Tidak secara taklik(tiada sebutan prasyarat sewaktu qabul dilafazkan)
• Menyebut nama calon isteri
• Tidak diselangi dengan perkataan lain
Contoh sebuatan qabul(akan dilafazkan oleh calon suami):"Aku terima nikah/perkahwinanku dengan Delia binti Munifdengan mas kahwinnya/bayaran perkahwinannya sebanyak Rp. 300.000 tunai" ATAU "Aku terima Delia binti Munif sebagai isteriku".
c. Adanya Mahar .
Mahar (atau diistilahkan dengan mas kawin) adalah hak seorang wanita yang harus dibayar oleh laki-laki yang akan menikahinya. Mahar merupakan milik seorang isteri dan tidak boleh seorang pun mengambilnya, baik ayah maupun yang lainnya, kecuali dengan keridhaannya.
Allah Berfirman: “Dan berikanlah mahar (maskawin) kepada perempuan yang kamu nikahi sebagai pemberian yang penuh kerelaan.”.
Jenis mahar
• Mahar misil : mahar yang dinilai berdasarkan mahar saudara perempuan yang telah berkahwin sebelumnya
• Mahar muthamma : mahar yang dinilai berdasarkan keadaan, kedudukan, atau ditentukan oleh perempuan atau walinya.
d. Adanya Wali.
Yang dikatakan wali adalah orang yang paling dekat dengan si wanita. Dan orang paling berhak untuk menikahkan wanita merdeka adalah ayahnya, lalu kakeknya, dan seterusnya ke atas. Boleh juga anaknya dan cucunya, kemudian saudara seayah seibu, kemudian saudara seayah, kemudian paman.
Ibnu Baththal rahimahullaah berkata, “Mereka (para ulama) ikhtilaf tentang wali. Jumhur ulama di antaranya adalah Imam Malik, ats-Tsauri, al-Laits, Imam asy-Syafi’i, dan selainnya berkata, “Wali dalam pernikahan adalah ‘ashabah (dari pihak bapak), sedangkan paman dari saudara ibu, ayahnya ibu, dan saudara-saudara dari pihak ibu tidak memiliki hak wali.”
Syarat wali
• Islam, bukan kafir dan murtad
• Lelaki dan bukannya perempuan
• Baligh
• Dengan kerelaan sendiri dan bukan paksaan
• Bukan dalam ihram haji atau umrah
• Tidak fasik
• Tidak cacat akal fikiran, terlalu tua dan sebagainya
• Merdeka
• Tidak ditahan kuasanya daripada membelanjakan hartanya
Jenis-jenis wali
• Wali mujbir: Wali dari bapa sendiri atau datuk sebelah bapa (bapa kepada bapa) mempunyai kuasa mewalikan perkahwinan anak perempuannya atau cucu perempuannya dengan persetujuannya atau tidak(sebaiknya perlu mendapatkan kerelaan calon isteri yang hendak dikahwinkan)
• Wali aqrab: Wali terdekat mengikut susunan yang layak dan berhak menjadi wali
• Wali ab’ad: Wali yang jauh sedikit mengikut susunan yang layak menjadi wali, jika ketiadaan wali aqrab berkenaan. Wali ab’ad ini akan berpindah kepada wali ab’ad lain seterusnya mengikut susuna tersebut jika tiada yang terdekat lagi.
• Wali raja/hakim: Wali yang diberi kuasa atau ditauliahkan oleh pemerintah atau pihak berkuasa negeri kepada orang yang telah dilantik menjalankan tugas ini dengan sebab-sebab tertentu
e. Adanya Saksi-saksi.
Syarat-syarat saksi
• Sekurang-kurangya dua orang
• Islam
• Berakal
• Baligh
• Lelaki
• Memahami kandungan lafaz ijab dan qabul
• Boleh mendengar, melihat dan bercakap
• Adil (Tidak melakukan dosa-dosa besar dan tidak berterusan melakukan dosa-dosa kecil)
• Merdeka
3. Walimah
Walimatul ‘urusy hukumnya wajib dan diusahakan sesederhana mungkin dan dalam walimah hendaknya diundang orang-orang miskin. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda tentang mengundang orang-orang kaya saja berarti makanan itu sejelek-jelek makanan.
Sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
“Artinya : Makanan paling buruk adalah makanan dalam walimah yang hanya mengundang orang-orang kaya saja untuk makan, sedangkan orang-orang miskin tidak diundang. Barangsiapa yang tidak menghadiri undangan walimah, maka ia durhaka kepada Allah dan Rasul-Nya” .
Sebab Haram Nikah
• Perempuan yang diharamkan menikah dengan lelaki disebabkan keturunannya (haram selamanya) dan ia dijelaskan dalam Al-Qur’an: “Diharamkan kepada kamu mengahwini ibu kamu, anak kamu, adik-beradik kamu, emak saudara sebelah bapa, emak saudara sebelah ibu, anak saudara perempuan bagi adik-beradik lelaki, dan anak saudara perempuan bagi adik-beradik perempuan.” :
o Ibu
o Nenek sebelah ibu mahupun bapa
o Anak perempuan & keturunannya
o Adik-beradik perempuan seibu sebapa atau sebapa atau seibu
o Anak perempuan kepada adik-beradik lelaki mahupun perempuan, iaitu semua anak saudara perempuan
o Emak saudara sebelah bapa (adik-beradik bapa)
o Emak saudara sebelah ibu (adik-beradik ibu)
• Perempuan yang diharamkan menikah dengan lelaki disebabkan oleh susuan ialah:
o Ibu susuan
o Nenek dari sebelah ibu susuan
o Adik-beradik perempuan susuan
o Anak perempuan kepada adik-beradik susuan lelaki atau perempuan
o Emak saudara sebelah ibu susuan atau bapa susuan
• Perempuan mahram bagi lelaki kerana persemendaan ialah:
o Ibu mertua dan ke atas
o Ibu tiri
o Nenek tiri
o Menantu perempuan
o Anak tiri perempuan dan keturunannya
o Adik ipar perempuan dan keturunannya
o Emak saudara kepada isteri
• Anak saudara perempuan kepada isteri dan keturunannya
Penutup
       Rumah tangga yang ideal menurut ajaran Islam adalah rumah tangga yang diliputi Sakinah (ketentraman jiwa), Mawaddah (rasa cinta) dan Rahmah (kasih sayang), Allah berfirman: “Artinya : Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu hidup tentram bersamanya. Dan Dia (juga) telah menjadikan diantaramu (suami, istri) rasa cinta dan kasih sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir”.
       Dalam rumah tangga yang Islami, seorang suami dan istri harus saling memahami kekurangan dan kelebihannya, serta harus tahu pula hak dan kewajibannya serta memahami tugas dan fungsinya masing-masing yang harus dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab. Sehingga upaya untuk mewujudkan perkawinan dan rumah tangga yang mendapat keridla’an Allah dapat terealisir, akan tetapi mengingat kondisi manusia yang tidak bisa lepas dari kelemahan dan kekurangan, sementara ujian dan cobaan selalu mengiringi kehidupan manusia, maka tidak jarang pasangan yang sedianya hidup tenang, tentram dan bahagia mendadak dilanda “kemelut” perselisihan dan percekcokan.
Wallahu a’alam bish shawab.