KITAB SIRR AL ASRAR
Syekh Abdul Qadir Jaelani
"Mereka sedikit sekali tidur di waktu malam
Dan, menjelang fajar mereka mohon ampunan
Allah memandu kepada cahaya-Nya
Siapa yang Dia kehendaki"
Demikian salah satu bait-bait syair yang terdapat dalam kitab Sirr
al-Asrar wa Muzhhir al-Anwar fi ma Yahtaju Ilayhi al-Abrar (Rahasia dari
Segala Rahasia Kehidupan) karya Syekh Abdul Qadir al-Jailani, seorang
sufi terkemuka.
Kitab ini menjelaskan tentang dasar-dasar ajaran
Islam, seperti shalat, puasa, zakat, dan haji, berdasarkan sudut pandang
sufistik (tasawuf). Di dalamnya, terdapat 24 bab yang didasarkan pada
24 huruf dalam kalimat syahadat (Asyhadu an laa Ilaaha Illa Allah wa
Asyahadu annaa Muhammad Rasulullah) dan 24 jam dalam sehari semalam.
Kitab yang ditulis Syekh Abdul Qadir al-Jailani (ada pula yang
menulisnya dengan Al-Jilani) ini dianggap sebagai jembatan yang
mengantarkan pada tiga karyanya yang terkenal, yaitu Al-Ghunyah li
Thalibi Thariq al-Haqq (Bekal para Pencari Kebenaran), Al-Fath
al-Rabbani wa al-Faydh al-Rahmani (Menyelami Samudra Hikmah), dan Futuh
al-Ghayb (Penyingkapan Kegaiban).
Adapun metode pengajaran dan
penyampaian yang digunakannya dalam kitab tersebut adalah metode bayani
(penjelasan), yakni dengan menggunakan kata-kata yang tepat, ungkapan
yang mudah, seimbang, dan jauh dari keruwetan.
Contohnya, ketika
memberikan pengertian tentang iman, ia berkata, ''Kami yakin bahwa
keimanan adalah pengucapan dengan lisan, pembenaran dengan hati, dan
pelaksanaan dengan anggota badan. Bertambah dengan ketaatan, berkurang
dengan kemaksiatan, menguat dengan ilmu, melemah dengan kebodohan, dan
timbul karena adanya taufik.''
24 Rahasia
Sesuai dengan
namanya, yaitu Sirr al-Asrar (Rahasia dari Segala Rahasia Kehidupan),
setidaknya terdapat 24 macam rahasia yang diungkapkan Abdul Qadir
al-Jailani dalam kitab ini.
Pertama, pembahasan ini dimulai dengan
keberadaan manusia yang dilihat dari sudut pandang jiwa dan raga. Secara
umum, manusia mempunyai ciri-ciri fisik yang hampir sama. Tapi, dari
sisi jiwa, setiap orang berbeda-beda. Karena itu, perlu penjelasan yang
lebih khusus, yakni sebuah kaidah tentang jalan menapaki satu tingkatan
ke tingkatan lainnya, untuk mencapai alam ilmu, sebagai tingkatan
tertinggi.
Ia mendasarkan hal tersebut pada sebuah hadis, ''Ada
satu tingkatan yang di dalamnya semua dan segala sesuatu dihimpun, yaitu
makrifat ilmu.'' Kemudian, ia memperkuat argumentasinya dengan beberapa
hadis lain. ''Tafakur sesaat lebih utama daripada ibadah setahun.''
Atau, ''Sesaat tafakur lebih utama daripada ibadah seribu tahun.''
Kedua, ia mengatakan bahwa jalan pertama menuju kesempurnaan adalah
tobat. Seperti disebutkan dalam Alquran, ''Sesungguhnya Allah menyukai
orang-orang yang bertobat dan menyukai orang-orang yang mensucikan
diri.'' (QS al-Baqarah [2]: 222).
Lalu, diperkuat dan diperjelas
lagi dengan ayat lain. ''Kecuali orang-orang yang bertobat, beriman, dan
mengerjakan amal saleh; Maka itu, kejahatan mereka diganti Allah dengan
kebajikan dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.'' (QS
al-Furqan [25]: 70).
Ketiga, tentang zakat dan sedekah. Syekh
Abdul Qadir al-Jailani mengatakan bahwa segala sesuatu yang diberikan
sebagai zakat, akan melalui tangan Allah sebelum sampai kepada kaum
fakir. Karena itu, tujuan zakat tidak semata-mata untuk membantu kaum
fakir, karena Allah Maha Mengetahui semua kebutuhan, termasuk kebutuhan
kaum fakir.
Menurut Abdul Qadir, tujuan zakat sejatinya adalah
agar niat seorang yang berzakat diterima oleh Allah. Ia mengutip firman
Allah SWT, ''Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang
sempurna), sebelum kamu menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai.
Dan, apa saja yang kamu nafkahkan. Maka, sesungguhnya Allah
mengetahuinya.'' (QS Ali Imran [3]: 62).
Keempat, Syekh Abdul
Qadir membagi puasa menjadi dua, puasa lahir dan puasa batin. Puasa
lahir dibatasi oleh waktu, dengan menjauhi makan, minum, dan hubungan
seks, dari fajar hingga tenggelam matahari. Sedangkan puasa batin
dijalani selama-lamanya, selama hidup di dunia hingga kehidupan di
akhirat, dengan menjaga semua indra dan pikiran dari segala yang
diharamkan. Inilah puasa yang sejati.
Ia mengutip hadis, ''Bagi
orang yang berpuasa, ada dua kegembiraan. Satu kegembiraan saat berbuka
dan kegembiraan lainnya saat ia melihat Allah (makrifat).''
Syekh
Abdul Qadir yang juga dijuluki sebagai 'Penghulu Para Auliya' ini
mengupas tentang aspek lahir dan batin dari shalat dan ibadah haji.
Memberi panduan zikir, wirid, dan berkhalwat. Menyingkap hakikat
kebahagiaan, penderitaan, dan penyucian jiwa. Menganjurkan perang
melawan hawa nafsu dan melihat hakikat Ilahi, hingga meraih maqam
penyaksian (musyahadah).
Syekh Abdul Qadir al-Jailani telah
menggambarkan secara lengkap tentang tasawuf yang memadukan antara ilmu
syariat, yang didasarkaan pada Alquran dan sunah melalui penerapan
praktis dengan keharusan untuk menghayati hakikat serta manfaat dari
diterapkannya syariat.
Jadi, tasawuf yang dirumuskannya jauh dari
paham-paham yang mengatakan bahwa setelah seseorang mencapai tingkat
hakikat, sudah tidak dibutuhkan lagi syariat.
Dengan kata lain,
kajian ini mengajak setiap Mukmin untuk berpindah dari iman yang baru
sampai pada batasan rasio dan teori (iman aqli), kepada iman yang sudah
sampai pada tahapan penghayatan dan pendalaman (iman dzauq). Dan, dari
kesadaran hati akan perbuatan dan sifat-sifat Allah (maqam fana) kepada
pemahaman rohani akan zat-Nya (maqam baqa').
Dengan demikian,
seorang Mukmin akan meraih hakikat kelembutan, mencapai keikhlasan, dan
menghampiri Sang Kekasih Yang Mahasuci. Inilah rahasia dari segala
rahasia kehidupan, yang baru diketahui sebagian rahasianya oleh Barat,
dengan terbitnya buku The Secret yang fenomenal itu.
Kalau tidak
boleh dibilang terpengaruh, spiritualitas di Barat sebenarnya jauh
tertinggal dengan spiritualitas di dunia Islam, karena kitab Sirr
al-Asrar dikarang jauh sebelum Barat mengungkapnya.